Langsung ke konten utama

Eksistensialime Pemilu Raya (PEMIRA) di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa





Tidak aneh lagi bagi Mahasiswa ketika mendengar akronim PEMIRA di Unitrta.  Namun, mungkin kedengaran aneh ketika mendengar eksistensialisme dalam PEMIRA. Di kampus yang dijuluki Small of university ini, sedang diadakan Pemilu Raya (Pemira). Kegiatan tersebut adalah program kerja Universitas yang rutin setiap tahunnya digelar. KPUM atau yang lebih akrabnya Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa merupakan wadah dari kegiatan tersebut. Di dalamnya pembuatan syarat dan kriteria yang ingin mencalonkan dibuat. Tidak hanya syarat namun juga peraturan kegiatan tersebut.

Pemira merupakan suatu ajang di mana semua mahasiswa mendelegasikan maupun didelegasikan untuk menjadi kandidat Presma, ketua BEM, Ketua Hima Prodi. Perlu kita ketahui, eksistensialime disini merupakan sikap seseorang yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar. Adalah masalah yang cukup memprihatinkan bilamana terus berlanjut, pun bukan masalah bila tidak dipikirkan.

Dalam hal ini, banyak kecurangan, manipoloitik kampus. sampai dengan kamuplase individual yang bertopeng ketika menjadi kandidiat. Maka dari itu, fenomena tersebut harus dipikirkan. Tidak bisa disamakan antara politik Negara dengan politik kampus walaupun kampus adalah gambaran kecil suatu Negara.

Menanggapi permasalahan di atas, selain kita pikirkan tentunya harus ada solusi terkait penuntasan masalah. Solusinya yaitu dengan mengganti system dari pemira tersebut. Tentunya dengan cara musyawarah mufakat. Hal ini akan lebih memberikan dampak demokrasi yang memang sebelumnya dinilai hanya suatu kamuplase. Dalam musyawarah tersebut didatangkannya pengurus, senior dari tahun sebelumnya, anggota dan kandidat yang akan diusung untuk menjadi calon dari Bem, Hima dan lainnya.
Perlu diketahui, musyawarah menurut bahasa berasal Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Sedang menurut istilah; musyawarah adalah perundingan antara dua orang atau lebih untuk memutuskan masalah secara bersama-sama sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Istilah-istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kewajiban musyawarah hanya untuk urusan keduniawian. Jadi musyawarah adalah merupakan suatu upaya untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian. [1]

Hal inilah, yang selanjutnya harus diterapkan dalam pemilihan seorang pemimpin suatu organisasi di kampus sehingga tidak terjadinya suatu kecurangan dalam hal keputusan. Ini merupakan suatu cara yang memang sudaah lama digunakan dalam hal memutuskan suatu persoalan baik itu dibidang social, budaya, politik, agama, dan masalah internal seperti kekeluargaan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat

Pendekar Cisadane Hari itu, ketika zaman sedang dilikupi rasa ketakutan. Tangerang adalah kota yang dialiri sungai yang membentang dan melingkari kota tersebut. Aliran sungai itu berasal dari pegunungan di daerah Bogor yang jernih. Sungai yang perkasa dan tidak ada yang berani melewati dan beraktivitas di sana. Hal itu disebabkan karena sungai tersebut terdapat banyak sekali buaya, diantara buaya-buaya tersebut salah satunya merupakan Ratu Siluman Buaya. Ratu siluman buaya adalah jin yang menyerupai seekor buaya. Siluman ini sering mengganggu warga sekitar, bahkan warga yang baru tinggal di daerah bantaran sungai pun tak lepas dari gangguannya. Apalagi terhadap warga yang bersikap tidak sopan dan tidak baik. Bukan hanya itu, perbuatan menyimpang yang dilakukan manusia terhadap kelestarian sungai Cisadane membuat penghuni sungai itu yakni Ratu siluman buaya merasa terganggu dan jengah atas tindakan dan perilaku tersebut. Setiap warga yang melewati sungai itu harus selalu berhati-ha...

HIMA SATRASIA: Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia

Pendahuluan Gebyar bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu program kerja Hima Satrasia yang hadir sejak tahun 2005. Program ini terselenggara dari tahun ke tahun sebagai sebuah sarana untuk mengokohkan jati diri bahasa dan sastra Indonesia. Setiap tahunnya, GBSI dikemas dengan corak yang beragam. Namun demikian, betapapun beragam, tetap memiliki semangat dan esesnsi yang sama. Di dalamnya terdapat berbagai bentuk kegiatan yang kesemuanya bermuara pada satu titik tuju: pengokohan jati diri bahasa dan sastra Indonesia. Dengan demikian, kami berharap kehadiran GBSI ini menjadi satu agenda penting bangsa Indonesia dalam menuju peradaban bangsa yang didambakan. Profil Hima Satrasia Hima Satrasia adalah organisasi mahasiswa intrauniversiter yang berdiri sejak 1963.Kehadiran Hima Satrasia di lingkungan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia (Jurdiksatrasia FPBS UPI) membawa keberkahan tersendiri. Organis...

Lambang kehidupan

Otakmu Kulambangkan Kecerdasan Matamu Kulambangkan kemegahan Mulutmu Kulambangkan Perdamaian Telingamu Kulambangkan Keingintahuan Tanganmu Kulambangkan Kekuasaan Kakimu Kulambangkan Kegagahan Hatimu Kulambangkan Keimanan dan Ragamu Kulambangkan Kekufuran Bonang, 2010